Thursday 27 July 2017

July 27, 2017
Tolong luangkan waktu sebentar saja membaca tulisan ini, karena lumayan panjang dan NGERIIII...!!!

Hari Sabtu tanggal 22 Juli 2017 kemarin aku menghadiri acara diskusi publik dengan tema Radikalisme Timur Tengah dan Pengaruhnya di Indonesia.

Acara ini diselenggarakan oleh BARA UI dan menghadirkan Prof. Sumanto Al Qurtuby, Bpk Suhardi Alius dari BNPT dan Ibu Yenny Wahid.
Berikut ini rangkuman diskusi tersebut.
Dari Prof.  Sumanto Al Qurtuby :
1. Kelompok-kelompok radikalisme yang ada di Indonesia “salah membaca” peta perkembangan di Timur Tengah. Mereka menganggap bahwa segala konflik yang terjadi adalah karena kesalahan Amerika/Barat/Yahudi/non Islam. Padahal konflik itu telah terjadi sejak dulu, bahkan sebelum negara Amerika berdiri. Konflik yang terjadi di TimTeng itu umumnya karena perang antar suku dengan berbagai kepentingan.
2. Mitos bahwa konflik di TimTeng itu meluluuuu karena Sunni – Syiah. Padahal pada kenyataannya orang-orang Sunni dan Syiah hidup berdampingan dengan rukun. Bahkan orang Sunni menikah dengan orang Syiah, dan sebaliknya. Menikahi orang Syiah itu menguntungkan, sebab biaya maharnya rendah. Di negara Qatar bahkan tak pernah tejadi konflik Sunni-Syiah. Jadi, segala kekerasan yang terjadi itu disebabkan oleh kelompok-kelompok ekstrimis minoritas yang keberadaannya pun tak disukai oleh warga Arab.
3. Di tanah Arab itu sendiri ada banyak sekali suku, sehingga mereka pun berusaha mengedepankan kepentingan kelompoknya. Bahkan terjadi pula konflik muslim – non muslim yang dibenturkan untuk kepentingan politik. Jadi, jangan mudah dibawa kesana kemari, karena di TimTeng itu ada banyak kelompok dan kepentingan. Negara Israel itu tidak melulu isinya Yahudi. Perdamaian di Palestina itu diinisiasi oleh Muslim dan Katolik.

Dari Bpk. Suhardi Alius, Badan Nasional Pencegahan Terorosme (BNPT) :
1. Semua agama itu baik, namun dipelesetkan untuk kepentingan-kepentingan politik tertentu.
2. Mereduksi radikalisme dibutuhkan peran aktif keluarga.
3. Infiltrasi paham radikalisme sudah sampai kemana-mana. Guru dan dosen yang terpapar, akan mengintimidasi melalui nilai-nilai yang diberikan kepada siswa/mahasiswa.
4. Poso hampir dijadikan pintu masuk ISIS, namun berkat kesigapan TNI/Polri, berhasil ditangkal dan terjadilah kejadian di Marawi, Filipina.
5. Pada saat acara diskusi ini, Bpk suhardi memutar rekaman video pelaku pengeboman Hotel Marriott tahun 2009 yang berusia 17 tahun. Rekaman ini ditemukan di rumah pelaku yang tewas bersama bom yang diledakannya. Dalam video ini pelaku muda usia ini mengatakan bahwa apa yang akan dilakukannya ini bukan bunuh diri. Tapi merupakan maharnya yang harus dibayar untuk bertemu dengan 72 bidadari. Apa yang dilakukannya ini merupakan fardhu ain, sehingga berdosa apabila ditinggalkan.
6. Ali Imron, mantan teroris bom Bali, merupakan “lulusan” dari Afghanistan yang lihai membuat bom. Ia merupakan generasi ke-4 DI/TII. Dalam 2 jam mampu mendoktrin orang supaya mau melakukan bom bunuh diri.
7. Tim task force dari kemkominfo menyatakan akan menutup situs-situs dan aplikasi yang berbau radikalisme dan intoleransi. Gak ada urusan kalau sudah membahayakan negara !!!
8. Konten-konten radikalisme itu berisi kursus merakit dan meledakkan bom, uji nyali dengan cara menusuk polisi, berbaiat kepada pimpinannya tanpa harus tatap muka alias via online.
9. Terorisme merupakan ancaman secara global, namun akar masalah dan cara mengatasinya berbeda di setiap negara.
Dari Ibu Yenny Wahid, The Wahid Institute.
1. Radikalisme tumbuh karena adanya konsep mengenai jihadis dan penolakan terhadap ideologi yang berbeda.
2. Proses tumbuhnya radikalisme terbagi menjadi beberapa fase, dan yang terbaru adalah fase kebangkitan baru ditandai dengan berdirinya Al Qaeda yang dipopulerkan oleh Usama bin Ladin.
3. Perbedaan Al Qaeda dan ISIS :
Perekrutan Al Qaeda bersifat tertutup. Tidak bisa sembarang orang bergabung. Organisasinya rapi dan teratur, dan bila melakukan aksi dampaknya besar karena direncanakan dengan teliti dan matang.
Perekrutan ISIS bersifat terbuka. Siapa saja boleh bergabung. Para anggotanya diwajibkan melakukan “amaliah di tempatmu” . Jadi bisa saja tiba-tiba melakukan penusukan pada Polisi, menabrakkan truk ke tempat umum, dsb. YODO = You Only Die Once. Mati hanya sekali, jadi sekalian aja jihad.
4. Penelitian yang dilakukan bersama LSI, sebanyak 0,4 % orang Indonesia pernah melakukan tindakan radikalisme dan sebanyak 7% bersedia melakukan tindakan radikalisme. Jumlah itu sama dengan seluruh penduduk Jakarta dan Bali.
5. Yang mudah terpapar paham radikalisme adalah laki-laki berusia muda.
6. Faktor pendidikan dan ekonomi bukan faktor utama terjadinya perilaku radikalisme.

Kesimpulan :
1. Silent majority sekarang ini tidak bisa silent lagi, namun harus menjadi noisy and moving majority. Apa yang terjadi di Marawi adalah karena kesalahan silent majority yang diam saja.
2. Letakkan gadget anda. Bersosialisasi. Terutama dengan keluarga. Awasi anak-anak dan sesekali periksa hp mereka.
3. Saat ini masjid kerap kali dijadikan tempat penyebaran paham radikalisme yang salah. Maka jika mendengar lagi khutbah-khutbah yang menyebarkan kebencian, berani bersikap dengan cara meninggalkan tempat. (CATATAN SEORANG TEMAN)

0 komentar:

Post a Comment

Search This Blog

Info Peliputan Wa 082 393 293 308 (Kristian Parangka)

Kasus Pembunuhan Anak Kepada Orang Tua di Tanete Batu,Sumarorong, Kapolres Datangi TKP

jejaksulbar- MAMASA - Kapolres Mamasa Akbp Muhammad Amiruddin S.I.K beserta rombongan, Monitoring terhadap kasus pembunuhan pasutri oleh...